Uncategorized

Stipar Ende Laksanakan Misa Rabu Abu: Tandai Awal Masa Prapaskah 2025

Stipar Ende Laksanakan Misa Rabu Abu: Tandai Awal Masa Prapaskah 2025

Ende – Rabu, (05/03/2025) Sekolah Tinggi Pastoral Atma Reksa Ende (Stipar) melaksanakan Misa Rabu Abu, sebagai tanda awal masa Prapaskah  di Aula Mgr. Donatus Djagom, SVD kampus Stipar Ende. Perayaan Ekaristi dimulai pada pukul 12.15 WITA, yang diikuti dengan penuh hikmat oleh seluruh Civitas Akademika Stipar Ende. Misa Rabu Abu ini ditandai dengan penerimaan abu di dahi sebagai simbol kerendahan hati manusia yang rapuh dan lemah.

  1. Yoseph Aurelius Woi Bule selaku Imam yang memimpin perayaan Ekaristi, saat ditemui di Aula Mgr. Donatus Djagom, SVD, mengatakan bahwa makna Rabu Abu berarti umat Katolik masuk dalam situasi ret-ret agung selama masa Prapaskah dengan fokus pada upaya pertobatan. Upaya pertobatan melalui pantang dan puasa bukan sekedar tradisi ritual-formalitas tetapi harus sampai kepada upaya “mengoyakan hati” artinya berbalik kepada Allah dengan melakukan pertobatan yang sungguh-sungguh.

Dalam homilinya, Romo Jeff, demikian sapaan akrabnya, mengingatkan kepada seluruh Civitas Akademika STIPAR Ende untuk melaksanakan kewajibannya sebagai umat Katolik dalam 3 pilar utama: doa, derma, puasa.

Pertama: derma. Derma harus menjadi bagian dari pemberian diri demi memupuk jiwa dan raga yang siap berkorban untuk orang lain. Semangat berderma dari hati artinya bersikap terbuka untuk memberi bagi yang lain, bukan karena terpaksa atau bukan supaya dibalas, tapi ihklas memberi dan beramal.

Kedua, doa. Doa dari hati artinya tidak banyak kata-kata dan tidak banyak menuntut, apalagi memaksa Tuhan. Doa dari hati adalah ungkapan penyerahan diri yang total di hadapan Allah. Doa dari hati yang penuh harapan adalah membiarkan kehendak Tuhan yang terjadi.

Ketiga, puasa. Puasa yang terungkap secara lahiriah harus lahir dari kedalaman hati, datang dari nubari yang bening untuk sungguh-sungguh berpuasa. Puasa itu mengoyakan hati, bukan pakaian. Artinya, puasa itu bukan ritual-seremoni belaka, tapi puasa batin, yang artinya di balik semua bentuk puasa itu ada ungkapan hati yang suugguh sesal dan membangun niat untuk bertobat,” ujarnya. (Tim jurnalis Kampus: Yuliana Reu Nggoti Pine, Natalia Baru, dan Ernesta Yuliana Ngga’a)